ANATOMI BISNIS GELAP BBM SUBSIDI: KETIKA OKNUM PENEGAK HUKUM, SPBU, LSM, DAN JURNALIS BERSINERGI DALAM PRAKTIK ILEGAL

ANATOMI BISNIS GELAP BBM SUBSIDI: KETIKA OKNUM PENEGAK HUKUM, SPBU, LSM, DAN JURNALIS BERSINERGI DALAM PRAKTIK ILEGAL

Adanya bisnis ilegal seperti BISNIS GELAP BBM SUBSIDI yang seakan awet, tentunya tidak akan lepas dari sistem penegakan hukum yang berjalan dan turut menjadi barometer seperti apakah kinerja para penegak hukum terhadap negeri ini. Sehingga berpotensi akan menjadi wacana dan pertanyaan rakyat, siapakah penghianat bangsa yang sebenarnya???

Termasuk pada sejumlah kasus mengenai penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang merupakan kebijakan fiskal krusial yang dirancang untuk menjaga daya beli masyarakat dan menopang sektor ekonomi tertentu. Namun ironisnya, komoditas yang seharusnya menjadi hak rakyat ini sering menjadi komoditas panas dalam praktik bisnis ilegal berjaringan. Praktik mencakup subsidi BBM—mulai dari penimbunan hingga penjualan kembali dengan harga non-subsidi—tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menciptakan distorsi pasar yang terstruktur dan melibatkan sinkronisasi gelap berbagai oknum dari institusi pengawasan, penegakan hukum, hingga kontrol sosial.

Kerugian yang ditimbulkan oleh bisnis subsidi BBM ilegal kini telah berevolusi menjadi sebuah ekosistem yang mapan, di mana oknum penegak hukum, pengelola SPBU, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan wartawan tertentu serta andil sebagai pilar penyangga aktivitas haram ini.

ANATOMI BISNIS GELAP BBM SUBSIDI: KETIKA OKNUM PENEGAK HUKUM, SPBU, LSM, DAN JURNALIS BERSINERGI DALAM PRAKTIK ILEGAL

Penyalahgunaan BBM Bebani Keuangan Negara

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif kembali menghimbau masyarakat untuk menggunakan BBM sesuai kemampuan,  sehingga alokasi BBM subsidi tidak tidak tergerus dan lebih tepat sasaran. Penyalahgunaan BBM subsidi akan menambah beban keuangan negara. Masyarakat juga diminta ikut mengawasi dan melaporkan apabila menemukan penyimpangan-penyimpangan dalam penyaluran dan pemakaian BBM subsidi.

Saat ini, harga harga jual BBM dan LPG bersubsidi, jauh dari harga keekonomian yang tengah melambung tinggi. Apabila harga minyak dunia bertahan di level sekarang, Pemerintah berisiko mengeluarkan dana Rp320 triliun untuk subsidi dan kompensasi BBM dan LPG. “Itu belum termasuk listrik, mungkin listrik tidak sebesar itu,” terang Menteri ESDM akhir pekan lalu.

Jika ditinjau kembali, dalam asumsi APBN saat ini harga minyak mentah Indonesia atau ICP dipatok sebesar US$63 per barel, dan perhitungan alokasi subsidi dan kompensasi BBM dan LPG sekitar Rp130 triliun. “Jadi ada Rp190 triliun yang harus bisa disiapkan kembali,” ungkap Arifin.

Untuk mencegah penyalahgunaan BBM bersubsidi, Pertamina tengah memodernisasi sistem monitoring Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Selain itu, Pemerintah juga akan menindak tegas pelaku penyalahgunaan BBM subsidi sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menyatakan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak, bahan bakar gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar. Sanksi serupa juga dinyatakan dalam Pasal 94 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

Pemanfaatan BBM bersubsidi oleh pihak-pihak yang tidak berhak, menjadi perhatian serius Pemerintah. Berdasarkan hasil kunjungan lapangan yang dilakukan Menteri ESDM dan jajarannya , banyak ditemukan industri maupun perseorangan dengan mobil mewah membeli BBM bersubsidi.

Sebagai contoh, pada sidak yang dilakukan Menteri ESDM di beberapa provinsi di Kalimantan dan Sumatera,  ditemukan kendaraan mewah dan truk industri/pengangkut hasil pertanian masih ada yang menggunakan BBM bersubsidi. Arifin meminta agar masyarakat berkemampuan dan industri tidak menggunakan BBM tersebut.

Penegakan Hukum yang Tidak Tuntas

Dalam institusi Integritas, penegak hukum seharusnya menjadi benteng utama dalam mencegah penyelewengan dana negara. Namun, dalam konteks subsidi BBM, seringkali oknum di tubuh penegak hukum justru disinyalir menjadi pemulus utama.

Apakah Ada Uang Koordinasi Khusus?

Modus operandi yang paling umum adalah praktik “tangkap-lepas” di lapangan. Ketika sebuah kasus penimbunan atau transportasi ilegal terdeteksi, proses hukum sering kali berhenti di tengah jalan melalui skema “pengamanan” atau uang pelicin bahkan dengan berbagai dalil untuk memaksa meyakinkan masyarakat. Oknum penegak hukum tidak hanya mendapatkan keuntungan finansial dari pembiaran ini, tetapi mereka juga berperan sebagai ‘pelindung’ bagi para pelaku utama dan jaringan pelangsir.

Pengguna BBM Ilegal dapat diketegorikan sebagai penadah

Kurangnya penegakan hukum yang menyeluruh ini akan menciptakan efek jera yang minimal. Kasus yang berhasil dibawa ke lapangan seringkali hanya menargetkan pelaku lapangan (sopir atau pelangsir kecil), sementara aktor intelektual dan penyandang dana besar di belakang sindikat minyak ilegal tetap leluasa beroperasi termasuk para pengguna BBM Ilegal yang dapat diketegorikan sebagai penadah. Hal ini secara bertahap memastikan upaya pemerintah untuk memastikan subsidi tepat sasaran.

Bekerja sama dengan SPBU demi Keuntungan Penjualan

Jaringan bisnis ilegal subsidi BBM tidak akan bisa berjalan masif tanpa adanya kolaborasi aktif dari internal Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). SPBU yang seharusnya menjadi garda terdepan penyaluran sesuai regulasi, malah justru menjadi sumber kebocoran utama.

Penyalahgunaan ini terjadi melalui beberapa cara, antara lain:

Modifikasi Sistem: Memanipulasi nozzle atau meteran untuk mengurangi volume pengisian pada konsumen umum, sambil mengalokasikan volume yang tersisa untuk pengepul atau pelangsur skala besar.
Pengisian Berulang: Mengizinkan pengepul yang menggunakan kendaraan modifikasi (seperti tangki tersembunyi) untuk mengisi berulang kali di luar batas normal, bahkan sering dilakukan pada jam-jam sepi atau malam hari.

Kerja sama ini bersifat mutualistis: SPBU (atau oknum manajer/operator) mendapatkan komisi keuntungan dari volume penjualan yang tinggi (untuk memenuhi target dari distributor/Pertamina) dan juga menerima imbalan langsung dari pengepul. Sementara itu, pengepul dapat memperoleh stok BBM bersubsidi dalam jumlah besar yang kemudian dijual kembali ke industri atau pertambangan dengan harga non-subsidi, sehingga menciptakan margin keuntungan yang sangat besar.

Wartawan Memeras dengan Modus Pemberitaan

Dalam konteks pengawasan sosial, peran pers sangat penting. Namun sayangnya, beberapa oknum yang mengatasnamakan profesi jurnalisme memanfaatkan praktik subsidi BBM ilegal sebagai lahan pemerasan.

Ketika sebuah praktik ilegal terdeteksi, oknum wartawan tersebut tidak menggunakan temuan tersebut untuk kepentingan publik atau dilaporkan ke aparat yang berwenang, melainkan dijadikan alat tawar-menawar. Mereka mendatangi lokasi pengepulan atau SPBU yang terlibat, mengancam akan mempublikasikan temuan tersebut secara luas dan masif (modus ancaman viral atau investigasi ) jika tidak diberikan sejumlah uang.

Uang “keamanan” atau yang sering disebut “upeti damai” ini diberikan oleh pelaku bisnis ilegal agar berita negatif terkait kegiatan mereka tidak naik tayang. yang parahnya, bahkan berita yang sudah tayang dihapus atau di takedown demi menafkahi keluarga dengan uang haram yang merugikan negara. Praktik ini tidak hanya mencoreng kredibilitas pers sebagai pilar demokrasi, namun juga secara langsung berkontribusi pada perlindungan (proteksi) terhadap pelaku kejahatan ekonomi ini.

Modus Sorotan LSM Berakhir dengan Upeti karena Adanya Win Win Solusion

Mirip dengan oknum wartawan, kehadiran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pemantauan dan kontrol sosial juga dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. LSM memiliki mandat untuk mengawasi kekuasaan atau kebijakan publik, termasuk penyalahgunaan BBM subsidi.

Modus yang digunakan oleh oknum LSM tertentu adalah dengan melakukan “penyelidikan” atau “sorotan” intensif terhadap lokasi-lokasi yang diduga terlibat dalam praktik subsidi BBM ilegal. Proses ini seringkali diawali dengan surat pemberitahuan atau kunjungan lapangan yang terkesan investigatif.

Namun, alih-alih berujung pada laporan resmi kepada pemerintah atau penegak hukum, sorotan ini justru berakhir di meja perundingan. Oknum LSM menawarkan “perlindungan sosial” atau janji untuk tidak mengangkat isu tersebut. Solusi win-win yang tercipta di sini adalah: pelaku ilegal mendapatkan jaminan ketenangan dari sorotan publik dan sosial, sementara oknum LSM mendapatkan ketidakseimbangan finansial (upeti) yang sering dikemas sebagai biaya operasional atau dukungan program. Dalam kasus terparah, oknum LSM bahkan bertransformasi menjadi semacam ‘konsultan’ yang memberikan tips cara beroperasi agar tidak terdeteksi.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Bisnis gelap subsidi BBM telah menjadi fenomena korupsi berjamaah yang melibatkan kolaborasi lintas sektor. Skema ini tidak hanya menggerogoti anggaran negara yang seharusnya ditujukan untuk kesejahteraan, tetapi juga merusak tatanan institusi publik dan kontrol sosial.

Untuk memutus mata rantai ini, diperlukan intervensi serius dan audit menyeluruh terhadap kinerja institusi penegak hukum, operator SPBU, hingga lembaga-lembaga yang bergerak di bidang pers dan LSM. Penindakan harus difokuskan pada aktor intelektual dan proteksi jaringan, bukan hanya pelaku lapangan. Hanya melalui penegakan hukum yang tegas, transparan, dan tanpa kompromi, efektivitas subsidi energi di Indonesia dapat dikembalikan ke tujuan aslinya: menyejahterakan rakyat.

Berita Terkait: