Mahkamah Konstitusi "Eliminasi" Pasal Ujaran Kebencian dan Pencemaran Nama Baik

Mahkamah Konstitusi “Eliminasi” Pasal Ujaran Kebencian dan Pencemaran Nama Baik

Hari ini, kita mengupas sebuah keputusan kontroversial dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan pasal tentang ujaran kebencian dan pencemaran nama baik. Keputusan ini menjadi pijakan penting dalam hukum dan demokrasi kita. Kira-kira apa dampak yang bakal muncul? Mari kita telisik lebih dalam.

Tepatnya 21 Maret 2024, MK resmi membatalkan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berkaitan dengan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian. MK menganggap bahwa pasal tersebut berpotensi menyerang kebebasan berpendapat.

Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam Putusan Nomor 78/PUU-XXXI/2023 dari permohonan yang diajukan oleh Haris Azhar, Fatia Maulidyanti, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) soal uji materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dengan dicabutnya pasal ini, tentu banyak pihak yang menyangsikan tentang bagaimana perlindungan hukum bagi individu atau kelompok yang menjadi korban fitnah atau ujaran kebencian.

Keputusan ini tentu menjadi sebuah perdebatan hangat di masyarakat. Pada satu sisi, ada pihak yang berpendapat bahwa keputusan MK ini sebagai langkah maju menuju demokrasi yang lebih bebas. Namun, tidak sedikit juga yang merasa khawatir bahwa hal ini justru bisa menjadi ‘tameng’ bagi mereka yang ingin menyebarkan kebencian atau melakukan fitnah.

Merespon hal tersebut, Apakah tujuan dari pembatalan ini adalah untuk mencegah dugaan penyalahgunaan pasal oleh aparat penegak hukum yang sebelumnya seakan disalahgunakan untuk menekan kebebasan berpendapat.

Berita Terkait: