MAKASSAR – NEWS TV, Dalam Kasus korupsi Pasar Butung Makassar yang bergulir di Kejaksaan Negeri Makassar mengundang tanda tanya, karena Pasal yang disangkakan adalah Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor.
Setidaknya ada 3 yang menjadi pertanyaan kasus ini dan juga masih misteri untuk kita semua karena hal tersebut yang bila tidak diungkap akan menjurus pendzoliman terhadap AY.
Kuasa hukum AY, Haji Muriadi mengungkapkan bahwa AY adalah seorang ASN yang bekerja di kabupaten Jeneponto yang tidak mempunyai wewenang dan hubungan dengan pengelolaan keuangan di Pemerintah Kota Makassar sebagaimana yang diamanatkan dalam peraturan tentang pengelolan keuangan negara.
Jadi Locusnya ada di Pengelolaan Keuangan Pemkot Makassar bukan di pemerintah kabupaten Jeneponto, jadi AY bertindak bukan dalam kapasitas sebagai ASN yang mengelola keuangan Pemkot Makassar tapi selaku Ketua Koperasi yang mengelola keuangan koperasi secara privat karena pada koperasi semua tindakannya dan pengelolaannya telah diatur didalam AD/RT dan Undang-Undang Koperasi.
Penetapan AY sebagai tersangka, Kejaksaan Negeri Makassar yang mempermasalahkan Pembayaran Jasa Produksi sebanyak 37 kios yang tidak disetorkan pada tahun 2019 dan tahun 2020 oleh KSU Bina Duta. Nah disini ini pertanyaan pertama untuk Kepala Kejaksaan Negeri Makassar, mengapa penyelenggara negara dari Pemerintah Kota Makassar tidak ada sebagai tersangka.
Terkait pembayaran Jasa Produksi, Pada pemeriksaan awal ditahun 2020 Tersangka AY pada waktu penyelidikan, dihadapan Kasi Intel Kejaksaan Negeri Makassar, Bapak Ardiansyah Akbar, SH, MH dan Jaksa Penyidik Amad Yani, SH menyatakan untuk difasilitasi ke PD Pasar Makassar Raya untuk menerbitkan Invoice/tagihan Jasa Produksi 37 (tiga puluh tujuh kios) tahun 2019 dan akan dibayarkan dihadapan penyidik kepada PD Pasar Makassar Raya sebagai bentuk KSU Bina Duta memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban serta mendudukkan antara KSU Bina Duta dengan pihak PD Pasar terkait penolakan PD Pasar menerima Pembayaran Jasa Produksi Tahun 2020 untuk 37 Kios namun hal tersebut tidak direspon baik oleh Kepala Seksi Intelejen Kejaksaan Negeri Makassar.
Kemudian untuk kedua kalinya, pada saat Penyidikan, setiap dilakukan pemeriksaan kepada klien kami AY, yang bersangkutan selalu mengajukan Kepada Kepala Seksi Pidana Khusus, Bapak Syamsurezky,SH. MH untuk difasilitasi pembayaran jasa produksi kepada PD Pasar Makassar Raya namun hal tersebut tidak juga direspon dan cenderung melanjutkan pemeriksaan.
KSU Bina Duta telah berkali-kali bersurat kepada Dirut PD Pasar Makassar Raya untuk menerbitkan Invoice/tagihan Jasa Produksi atas 37 kios namun hal tersebut tidak pernah direspon dan tidak ditanggapi oleh Dirut PD Pasar Makassar Raya saudara Syafrullah, SE, ini karena berdasarkan segala pengeluaran keuangan di KSU Bina Duta untuk pembayaran kepada PD Pasar Makassar Raya berdasarkan Invoice/Tagihan sebagaimana yang dilakukan juga ditahun-tahun sebelumnya. Namun disepanjang 2019 Dirut PD Pasar Makassar Raya tidak pernah mengeluarkan invoice, padahal berdasarkan penelusuran berkas berdasarkan
disposisi surat masuk KSU Bina Duta kepada PD Pasar Makassar Raya, Dirut PD Pasar mendisposisi untuk di tindaklanjuti. nah, disini seharusnya Kejaksaan Negeri Makassar fokus mengapa pendapatan sebesar Rp. 185.000.000,- (seratus delapan puluh lima juta rupiah) tidak dibuatkan tagihan/invoice dan siapa yang menghambat pendapatan bagi Pemkot Makassar padahal KSU Bina Duta telah memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban sehingga hal tersebut merugikan keuangan negara dan bagaimana pengawasan terhadap hilangnya potensi pendapatan untuk pemerintah kota makassar.
Pada Tahun 2019 Dirut PD Pasar Makassar Raya, Bapak Syafrullah, SE menaikkan retrebusi Jasa Produksi secara sepihak tanpa melalui mekanisme kesepakatan sebagaimana yang dilakukan ditahun 2012 dan tahun 2019, yang semula Rp. 50.000,-/kios/bulan untuk 37 kios menjadi Rp.5.000.000,-/kios/tahun untuk 37 kios tanpa melalui mekanisme.
Kedua, Pada tahun 2020 PD Pasar Makassar Raya menerbitkan Keputusan Direksi Perusahaan Daerah Pasar Makassar Raya Kota Makassar Nomor 900/577/KEP/PD.PSR/IX/2020 Tentang Penetapan Tarif Jasa Sewa Tempat Usaha (Jasa Produksi) Terhadap Pengelolaan Pasar Butung Pada PD Pasar Makassar Raya Kota Makassar tanggal 30 September 2020 sebesar Rp235.000/kios/bulan (dua ratus tiga puluh lima ribu rupiah) untuk 37 kios yang ditagihkan sekaligus dalam setahun.
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi tersebut, PD Pasar Makassar Raya berkewajiban menerbitkan invoice sebesar Rp.104.340.000,00 pembayaran setahun kepada KSU Bina Duta, namun faktanya, saat staf Keuangan KSU Bina Duta akan melakukan penyetoran ke UPTD Pasar Butung pada awal Desember 2020, Direksi, Kabag Umum, Kabag Keuangan, Bendahara Penerima dan Kaur di UPTD Pasar Butung serentak satu suara menolak pembayaran dengan alasan saat itu seuai arahan lisan dari penyidik bahwa saat itu sedang dalam proses hukum di Kejaksaan Negeri Makassar. Atas hal tersebut, Sdr AY selaku Ketua KSU Bina Duta mengirim surat tanggal 16 Desember 2020 meminta klarifikasi kenapa uang tersebut ditolak diterima. nah sekarang siapa yang merugikan keuangan negara. tambah Haji Muriadi.
Mengakui bahwa benar pihak Koperasi KSU Bina Duta telah berusaha menyetorkan kewajibannya kepada PD Pasar Makassar, namun ditolak oleh pihak PD Pasar. Menilik pada kewajiban hukum pengurus PD Pasar Makassar selaku BUMD milik Pemkot Makassar yang wajib memaksimalkan seluruh potensi pendapatan yang dimiliki untuk kepentingan Pemkot Makassar, perbuatan tersebut sudah menyalahi kewajiban selaku Direktur Utama, karena proses hukum tidak serta merta mengakibatkan berhentinya kewajiban untuk menagih hak Pemkot Makassar Cq PD Pasar Makassar, dan tidak ada alasan pembenar atas perbuatan tersebut, sehingga sudah seharusnya Direksi PD Pasar Makassar Raya dan segenap jajarannya mendapatkan sanksi baik secara administrasi maupun pidana karena hal tersebut merugikan keuagan daerah.
Jasa produksi untuk 37 kios/lods ini lahir tahun 2019-2020 adalah merupakan kesepakatan antara Direksi PD Pasar Makassar Raya dan Pengurus Lama KSU Bina Duta ditahun 2012 dan 2015. Dimana Jasa produksi ini 37 kios/lods sebenarnya tidak ada dalam perjanjian kerjasama bersyarat dan lokasinya 37 kios yang ditagihkan dalam Jasa Produksi tidak ada dalam Pertelahaan yang dikeluarkan pemkot Makassar dan PD Pasar Makassar Raya. Jadi apabila ini terjadi sengketa perselisihannya seharusnya Kejaksaan Negeri Makassar melalui Jaksa Pengacara Negara (JPN) yang dijabat saat itu dan aktif dalam rapat persoalan pasar butung yang mendampingi PD Pasar Makassar Raya yaitu bapak Adnan Hamzah, SH. MH seharusnya mencari jalan keluar supaya pendapatan ini diselesaikan secara perdata bukan menggiring menjadi Tindak Pidana Korupsi karena ini terkait wanprestasi. Ujar Haji Muriadi.
Memaksakan kasus ini dari sisi Pidana khususnya Tindak Pidana Korupsi, jelas-jelas membuktikan bahwa penyidik tidak melek dalam menentukan pihak yang seharusnya bertanggungjawab. Dirut PD Pasar Makassar Raya yaitu saudara Basdir telah mengaku pada media cetak dan media online bahwa KSU Bina Duta ingin membayar Jasa Produksi untuk 37 kios, namun Direksi PD Pasar Makassar Raya telah menolak pembayaran Jasa Produksi dari KSU Bina Duta dengan alasan berproses di Kejaksaan Negeri Makassar, lalu apa lagi yang menghalangi Penyidik Kejaksaan Negeri Makassar untuk mengaku telah salah menetapkan tersangka? Atau apakah penyidik takut, apabila menetapkan tersangka dari Jajaran Direksi PD Pasar Makassar, akan berimbas pada oknum Jaksa yang memberikan arahan untuk tidak menerima pembayaran dari KSU Bina Duta dengan alasan sedang dalam proses hukum.
Ketiga, yang menjadi pertanyaan, adalah diawal kasus korupsi pasar butung, Kepala Kejaksaan Negeri Makassar, Ibu Andi Sundari, SH., MH selalu menggungkapkan pada media, lagi menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, namun yang terjadi, yang keluar malah Laporan hasil audit keuangan dalam rangka Perhitungan Kerugian Negara (PKN) dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Lukmanul & Muslim tanggal 18 Juli 2022 Nomor 001/PKKN-MKS/VII/2022. Nah yang harus Kepala Kejaksaan Negeri meluruskan kembali melalui media kepada masyarakat, Mengapa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia tidak ingin menghitung kerugian pada kasus korupsi pasar butung dan terpaksa memilih Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk menghitung kerugian negara.
Kantor Akuntan Publik (KAP) Lukmanul & Muslim tidak berwenang menetapkan nilai kerugian keuangan Negara Berdasarkan Pertama Pasal 23 E ayat (1) UUD 1945 amandemen ke 3 menyebutkan : “ untuk memeriksa pengelolan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri “
Kedua, Pasal 10 ayat (1) dan (2) UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK, menyatakan “ (1) BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan Lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara”
“ (2) Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak yang berkewajoban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
BPK.”
Ketiga, Angka 6 Halaman 4 Surat edaran Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2016 Tanggal 9 Desember 2016 Rumusan Hukum Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung RI, Menyatakan “ Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksaan Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan/Inspektorat/satuan kerja perangkat daerah tetap berwenang melakukan pemeriksan dan audit pengelolaan keuangan negara namun tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan negara.
Kantor Akuntan Publik (KAP) seharusnya mengeluarkan laporan terkait nilai potensi kerugian bukan menetapkan kerugian negara dimana keadaannya badan hukum tersebut mengelola keuangan Negara, berbeda dengan KSU yang mengelola keuangannya secara privat sehingga menjadi pertanyaan dasarnya menghitung serta metodologi perhitungan yang digunakan sebagai rujukan berasal dari mana.
Nilai potensi kerugian daerah akibat tidak diterbitkan invoice/tagihan dan ditolak diterimanya setoran Jasa Produksi oleh PD Pasar Makassar Raya tersebut hanya sebesar Rp.289.340.000,00 (dua ratus delapan puluh sembilan juta tiga ratus empat puluh ribu rupiah) sesuai dalam catatan PD Pasar tunggakan sebesar Rp185.000.000 di tahun 2019, dan di tahun 2020 sebesar Rp. 104.340.000,- .namun didalam perhitungan kerugian Kantor Akuntan Publik (KAP) Lukmanul & Muslim menetapkan kerugian negara sebesar 15 Milyard Rupiah tanpa melakukan konfrontir atau investigasi kepada KSU Bina Duta dan memasukkan pendapatan dari perjanjian sewa menyewa lods/kios/ruko antara KSU Bina Duta dan Pedagang Pusat Grosir Butung yang merupakan pendapatan yang sah berdasarkan perjanjian kerjasama bersyarat bangun guna serah yang berakhir ditahun 2037 dan setoran uang pribadi HM Irsyad Doloking untuk operasional dan membayar kewajiban HM Irsyad Doloking kepada bank melalui rekening KSU Bina Duta ditetapkan sebagai Kerugian Negara. Nah yang menjadi pertanyaan mengapa Kantor Akuntan Publik (KAP) Lukmanul & Muslim tidak fokus pada perhitungan kerugian di Jasa Produksi untuk 37 kios apabila itu tidak masuk dalam ranah perdata. malah menghitung kerugian diluar yang disangkakan di AY berupa Pendapatan dari sewa menyewa dan setoran uang pribadi HM Irsyad Doloking untuk operasional dan titipan untuk membayar kewajiban kepada bank dan pihak lainnya ditetapkan sebagai kerugian oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Lukmanul & Muslim, logika dan konstruksinya hukumnya dimana, apa itu telah sesuai dengan Standar Pemeriksaan atau hanya pesanan pendzoliman agar AY menjadi tersangka, tutup Haji Muriadi.