Pemuda sebagai Poros Perubahan di era Disrupsi.

 

Oleh: Dr.Mustaufiq.,M.Si.,MH

Newstv, Pemuda bukan sekadar kelompok usia muda, melainkan simbol energi, keberanian, dan pembaruan. Dalam sejarah bangsa, pemuda selalu menjadi motor perubahan mulai dari Sumpah Pemuda 1928 hingga era reformasi. Di era disrupsi saat ini, semangat itu dituntut hadir dalam bentuk baru yang inovatif dan adaptif terhadap perubahan teknologi dan sosial.

Disrupsi atau disrupt memiliki makna mengguncang atau merombak tatanan lama. Dalam konteks sosial dan teknologi, disrupsi menggambarkan pergeseran mendasar dalam cara hidup, bekerja, dan berpikir manusia akibat inovasi digital dan globalisasi.
Perubahan yang dulu terjadi dalam puluhan tahun kini bisa terjadi hanya dalam hitungan bulan. Bukan sekadar fenomena teknologi, tetapi juga fenomena budaya dan peradaban, yang mengubah nilai, pola interaksi, dan sistem sosial masyarakat. pada era disrupsi ini, Pemuda berada di garis depan perubahan. pemuda adalah kelompok paling cepat beradaptasi dan paling berani mengambil risiko.
Dalam era ini, pemuda dituntut bukan hanya untuk menyesuaikan diri, tetapi juga menjadi agen inovasi menciptakan solusi baru di tengah ketidakpastian, hal tersebut menjadi Ciri khas pemuda yang memiliki keberanian, rasa ingin tahu, dan semangat idealisme yang menjadikan pemuda sebagai katalis transformasi sosial. Namun, agar efektif energi itu perlu diarahkan dengan visi, nilai, dan kesadaran moral.

Baca Juga:  Pemantauan Pelaksanaan Asesmen Nasional di Jenjang SD oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Takalar

Kondisi saat ini, disrupsi sering dianggap menakutkan karena pola perubahan mengguncang sistem lama, menggeser lapangan kerja, dan menciptakan ketidakpastian. Namun, bagi pemuda yang berpikir kritis, era disrupsi justru membuka ruang kebebasan baru untuk berkarya tanpa batas. Pemuda bisa membangun usaha digital, mengedukasi masyarakat lewat media sosial, menciptakan inovasi lingkungan, atau membentuk komunitas sosial berbasis teknologi.

Kemajuan teknologi tidak selalu diikuti dengan kemajuan moral. Pemuda kini menghadapi derasnya arus informasi, budaya instan, dan godaan hedonisme digital.
Karena itu, tantangan terbesar bukan hanya soal kemampuan teknologi, tetapi bagaimana menjaga karakter, etika, dan nilai kebangsaan di tengah perubahan global yang cepat.

Baca Juga: 

Pemuda harus memiliki kecerdasan digital, bukan hanya pandai menggunakan teknologi, tapi juga memahami dampak sosialnya. Literasi digital membantu pemuda berpikir kritis, tidak mudah terpengaruh hoaks, serta mampu menciptakan solusi yang inovatif dan Pendidikanlah yang membentuk karakter dan daya juang menjadi dasar agar pemuda tidak hanya mengikuti arus , tapi juga mengendalikan arusnya.

Dalam pandangan reflektif, peran pemuda di era disrupsi bukan hanya tentang karier atau ekonomi, tetapi tentang menentukan arah moral dan peradaban bangsa.
Pemuda diharapkan menjadi pelopor perubahan yang berbasis nilai menjadikan teknologi sebagai alat kemanusiaan, bukan alat dominasi. Dengan cara itu, maka pemuda akan menjadi penjaga nilai, pembaru sistem, dan penerus cita-cita bangsa.

Baca Juga:  Panwaslu Bersama Babinsa dan Binmas Kawal Ketat Logistik Pilkada di Desa Pa'rappunganta

Era saat ini, menuntut pemuda untuk tidak sekadar menjadi “pengguna” dunia baru, tetapi “pencipta” dunia baru yang lebih manusiawi.
Kunci utamanya ada pada 2 hal yakni Kecerdasan digital dan Keteguhan moral. Pemuda yang mampu menggabungkan keduanya akan menjadi garda terdepan dalam membangun masa depan bangsa yang tangguh dan beradab tidak biadab di tengah arus perubahan global.

Pada akhirnya, Dihari sumpah pemuda 28 Oktober tahun 2025 ini, kami pemuda pemudi indonesia harapan bangsa ujung tombak terdepan perubahan, kami titipkan salam dari indonesia timur di pijakan butta turatea jeneponto, di tumit selatan sulawesi selatan dengan ucapan selamat hari sumpah pemuda yang ke 97 Tahun, ” PEMUDA PEMUDI BERGERAK, INDONESIA BERSATU”.

Berita Terkait:

Berita Terkini

Selama 4 Tahun Menunggu, Akhirnya di Pemerintahan Daeng Manye Lahan SDN 95 Campagaya Menjadi Milik Pemda Takalar Newstv.id, Takalar – Setelah kurang lebih empat tahun lamanya tiga ruang kelas SDN 95 Campagaya disegel oleh pihak ahli waris sejak tahun 2021, akhirnya kini sekolah tersebut kembali bisa difungsikan. Selama ini proses belajar mengajar terpaksa dilakukan di luar kelas atau menumpang di tempat lain. Namun, di era pemerintahan Bupati Ir. H. Mohammad Firdaus, MM. (Daeng Manye) bersama Wakil Bupati Dr. H. Hengky Yasin, S.Sos., M.Si, permasalahan itu berhasil diselesaikan. Kesepakatan resmi antara pihak ahli waris dengan Pemerintah Kabupaten Takalar terjadi pada Senin, 15 September 2025. Dalam kesempatan tersebut, ahli waris menandatangani dokumen administrasi penyerahan alas hak lahan kepada Pemda Takalar. Proses penyerahan berlangsung di UPT SDN 95 Campagaya, Desa Tamasaju, Kecamatan Galesong Utara (Galut), dan disaksikan langsung oleh Bupati Takalar. Acara penyerahan ini turut dihadiri sejumlah pejabat daerah, antara lain Kepala Inspektorat H. Rusli, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Darwis, S.Pd., MM., Camat Galut Sumarlin, S.Pd., Kepala Desa Tamasaju Abdul Azis, S.Sos., serta aparat kepolisian dari Polsek Galesong dan personel Koramil Galesong. Hadir pula Kepala Sekolah SDN 95 Campagaya, para guru, tokoh masyarakat, orang tua siswa, serta murid-murid yang jumlahnya mencapai 128 orang. Bupati Takalar Ir. H. Mohammad Firdaus,;MM. (Daeng Manye) dalam sambutannya menegaskan bahwa penyelesaian persoalan lahan sekolah ini merupakan bukti komitmen pemerintah dalam memperhatikan pendidikan. “Alhamdulillah, setelah empat tahun anak-anak kita belajar dengan kondisi terbatas, hari ini kita bisa pastikan sekolah ini akan difungsikan lagi untuk proses belajar mengajar dan resmin menjadi milik Pemda. Saya berkomitmen bahwa tahun depan ruang kelas yang rusak akan dibangun kembali agar anak-anak bisa belajar dengan nyaman. “Pendidikan adalah investasi masa depan, dan saya tidak ingin ada lagi anak Takalar yang terhalang hak belajarnya hanya karena masalah lahan, tegasnya Daeng Manye. Camat Galut, Sumarlin, S.Pd., mengungkapkan bahwa keberhasilan mediasi tidak lepas dari arahan langsung Bupati Takalar. Pada Agustus 2025, dirinya melakukan pendekatan persuasif kepada ahli waris dengan cara humanis sehingga berbuah kesepakatan di bulan September. “Pihak ahli waris akhirnya bersedia menyerahkan lahan yang mencakup tiga ruang kelas dengan luas kurang lebih 5 are setelah adanya kesepakatan kompensasi dari Pemda,” jelasnya. Sementara itu, di tempat sama saat Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Takalar, Darwis, S.Pd., MM., menyampaikan kepada media bahwa tiga ruang kelas yang rusak parah baru akan diperbaiki tahun depan. “Jika sertifikat sudah atas nama Pemda, maka kami akan mengusulkan penganggaran pembangunan ruang kelas tersebut di tahun 2026. InsyaAllah tahun depan sudah bisa dilaksanakan sesuai penyampaian langsung Bapak Bupati,” ungkapnya.