Maros – Aliansi Advokasi Demokrasi Indonesia (AKSI-MAROS) bersama ratusan warga Maros menggelar aksi di tiga lembaga utama pada hari ini: Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Maros, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Maros, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maros. Demonstrasi ini bertujuan untuk mendesak klarifikasi dan tanggapan terkait sejumlah isu yang dinilai merusak integritas demokrasi.
Massa tiba di Kantor KPU Maros sekitar pukul 11.00 WITA, menuntut kejelasan atas somasi yang diajukan menyangkut dugaan ketidaknetralan dalam pelaksanaan pemilu. Meski telah menunggu selama satu jam, massa hanya diterima oleh Wakil Sekretaris KPU, bukan oleh Ketua KPU Maros, Jumaedi. Kekecewaan meliputi peserta aksi. “Kami datang untuk bertemu langsung dengan Ketua KPU, bukan perwakilan. Kami menginginkan jawaban resmi tanpa perantara,” ujar salah seorang perwakilan massa.
Selanjutnya, massa bergerak menuju Kantor Bawaslu Maros, di mana Ketua Bawaslu, Sufirman, memberikan tanggapan atas laporan dan pengaduan mengenai pelanggaran di lapangan. Meskipun Sufirman menyampaikan komitmen untuk menindaklanjuti laporan tersebut, massa tetap menyatakan akan terus memantau proses tersebut secara ketat.
Dari Bawaslu, massa melanjutkan aksi ke Kantor DPRD Maros. Mereka mendesak klarifikasi dari Marjan Massere, anggota DPRD dari Fraksi PAN, terkait sebuah video berdurasi 1 menit 22 detik yang beredar. Dalam video itu, Marjan diduga menyatakan dukungan untuk kampanye “kotak kosong,” yang dianggap bertentangan dengan prinsip netralitas dan keadilan demokrasi yang harus dipegang teguh oleh anggota legislatif.
Nirwana, S.H., Sekretaris Umum AKSI-MAROS, mengungkapkan kekecewaannya terhadap pernyataan tersebut. “Sebagai wakil rakyat dengan latar belakang intelektual, pernyataan semacam itu sangat tidak pantas dan menyesatkan. Ini jelas mencederai konstitusi demokrasi yang kita perjuangkan,” tegas Nirwana.
Massa akhirnya diterima oleh dua anggota DPRD, Hj. Rosdiana dan Hj. Suriati, setelah menunggu sekitar 40 menit. Dalam pertemuan tersebut, disepakati akan diadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 6 November 2024. “Kami menuntut agar Marjan Massere hadir dan memberikan klarifikasi resmi dalam RDP tersebut,” lanjut Nirwana.
“Pada 6 November nanti, kami tidak akan berkompromi. Marjan harus hadir secara langsung untuk memberikan penjelasan. Jika yang hadir hanya perwakilan atau anggota lain, kami siap menggelar aksi yang lebih besar,” tambah Nirwana.
Perilaku anggota DPRD diatur oleh kode etik yang mengharuskan netralitas dan profesionalitas. Dukungan terhadap kampanye “kotak kosong” dalam konteks pemilu dapat dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap kode etik, mengingat seorang anggota dewan wajib menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat. Jika terbukti melanggar, Badan Kehormatan DPRD Maros dapat menjatuhkan sanksi mulai dari teguran lisan atau tertulis hingga pemberhentian sementara atau tetap, sesuai dengan beratnya pelanggaran. Sanksi tersebut bertujuan untuk menjaga reputasi lembaga dan memastikan anggota dewan menjalankan amanat rakyat sesuai nilai-nilai demokrasi.
(Andi Mawang Batara Soli)