NewsTV- Diduga kuat adanya oknum pegawai RSUD di Kabupaten Bantaeng menjual obat-obatan ke sejumlah apotek. Tentunya, akan berdampak dengan langkanya persediaan obat-obatan di RSUD di Kabupaten Bataeng. Sehingga berdampak pula pada keterjangkaun harga ke pasien yang akan lebih mahal. Selain itu, kuat dugaan adanya bisnis kerja sama ilegal antara pemilik Apotek dan Oknum RSUD demi keuntungan sepihak.
Hal ini berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulawesi Selatan. Sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepatuhan atas operasional bidang kesehatan Tahun Anggaran 2022 dan 2023 pada pemerintah Kabupaten Bantaeng.
Dari hasil pemeriksaan BPK Perwakilan Sulsel menemukan adanya penjualan persediaan obat-obatan milik RSUD yang dijual ke apotek BWF dan HWF. Dari penelusuran tim IT media NewsTV kuat dugaan apotek yang membeli obat-obatan tersebut milik oknum pegawai di RSUD Bantaeng. Adapun dugaan dari Apotek tersebut yakni Bunga Wangi Farma yang beralamat di Jalan Teratai Kabupaten Bantaeng atas nama pemilik berinisial NV. Dan Apotek HW Farma yang beralamat di Jalan Elang Kabupaten Bantaeng atas nama pemilik RM.
BPK menyimpulkan, Salah satu aspek penting dalam rangka pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan, RSUD, dan puskesmas adalah ketersediaan obat-obatan dan BMHP. Untuk menjamin ketersediaan obat-obatan dan BMHP, bagian/instalasi farmasi setiap tahun melakukan pengelolaan sesuai ketentuan. Pemeriksaan terhadap pengelolaan obat-obatan dan BMHP oleh bagian/instalasi farmasi pada Dinas Kesehatan, RSUD, dan puskesmas mengungkapkan permasalahan berikut ini.
Persediaan obat-obatan dijual ke apotek
Hasil pemeriksaan atas mutasi persediaan pada aplikasi SIMRS diketahui terdapat mutasi keluar obat-obatan tanpa otorisasi pada Depo Eremerasa sebanyak 27 item persediaan senilai Rp4.708.432,00 dan belum diterima pembayarannya sebesar Rp2.456.482,00 dengan uraian sebagai berikut:
- Persediaan obat-obatan dijual ke Apotek BWF diduga Bunga Wangi Farma
Berdasarkan pemeriksaan mutasi keluar obat-obatan dan BMHP pada SIMRS diketahui terdapat informasi berupa nama penerima obat-obatan, seperti pasien atau pihak lain yang menerima obat-obatan. Dari informasi tersebut diketahui terdapat 25 item obat-obatan yang diterima oleh Apotek BWF selama TA 2022.
Adapun Pengeluaran obat-obatan tersebut berdasarkan SIMRS diotorisasi oleh Penanggung Jawab Depo
Eremerasa. Dan berdasarkan hasil pemeriksaan atas mekanisme pengelolaan obat diketahui:
- Penanggungjawab Depo Eremerasa tidak mengetahui pihak yang melakukan mutasi keluar persediaan obat-obatan tersebut karena akun penanggungjawab dapat digunakan oleh para asisten apoteker.
- Pemilik Apotek BWF pernah bekerja sebagai asisten apoteker yang bertugas
di Depo Rawat Inap.
Berdasarkan hasil konfirmasi kepada pemilik Apotek BWF diketahui proses pembelian obat-obatan di RSUD telah memperoleh izin dari kepala instalasi farmasi untuk melakukan pembelian obat-obatan, kemudian menanyakan ketersediaan obat ke petugas depo.
Lebih lanjut pemilik Apotek BWF menjelaskan bahwa dalam melakukan pembelian obat-obatan di RSUD tidak terdapat nota pesanan, melainkan hanya dilakukan melalui permintaan lisan kepada petugas depo.
Hasil pemeriksaan kuitansi pembayaran dari BWF serta inputan harian penerimaan bendahara penerimaan diketahui dari total penjualan obat-obatan ke BWF sebesar Rp4.456.432,00, hanya sebesar Rp1.999.950,00 yang telah diterima pembayarannya atau terdapat sebesar Rp2.456.482,00 yang belum dilunasi oleh BWF.
Pengambilan obat oleh petugas gudang farmasi RSUD tanpa otorisasi
Berdasarkan data mutasi persediaan pada SIMRS diketahui pada tanggal 23 Oktober 2022, terdapat mutasi keluar dua jenis persediaan obat-obatan ke asisten apoteker yang bertugas di gudang farmasi.
Obat-obatan yang dikeluarkan untuk atas nama asisten apoteker tersebut sebesar Rp252.000,00 yang terdiri dari Bisoprolol 2,5 mg sebesar Rp88.500,00 dan Valsartan 80 mg sebesar Rp163.500,00. Mutasi keluar obat-obatan tersebut tidak didukung dengan bukti yang valid berupa resep dan diproses tanpa persetujuan penanggung jawab Depo.
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap kuitansi pembayaran serta catatan bendahara penerimaan diketahui bahwa mutasi keluar obat-obatan tersebut bukan untuk asisten apoteker tersebut melainkan dijual kepada Apotek HWF.
- 2. Apotek HWF telah melakukan pembayaran atas obat-obatan tersebut sebesar Rp252.000,00 pada tanggal 24 Oktober 2022.
Hasil pemeriksaan atas dokumen SOP distribusi obat dan alkes BMHP serta permintaan keterangan Wakil Direktur RSUD diketahui bahwa tidak terdapat kebijakan yang membolehkan penjualan obat RSUD kepada apotek luar atau pihak lain. Penjualan obat ke apotek atau pihak lain oleh depo tidak pernah dilaporkan ke
direktur. Rincian mutasi keluar penjualan obat tanpa otorisasi dan bukti pendukung yang valid.
Akibat adanya penanganan obat-obat yang tidak sesuai aturan, BPK memaparkan, bahwa kondisi tersebut Akan berdampak:
- Pelayanan pasien berisiko terhambat karena ketidaktersediaan obat-obatan.
- Nilai persediaan obat dan BMHP yang dilaporkan sebagai persediaan tidak dapat
diyakini kewajarannya. - Risiko penyalahgunaan persediaan obat-obatan oleh penanggungjawab depo atau
asisten apoteker.
Dimana Kondisi tersebut diduga disebabkan karena:
- Direktur RSUD Anwar Makkatutu belum melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pencatatan obat dan BMHP secara memadai.
- Penanggungjawab depo tidak mengendalikan penggunaan SIMRS sesuai ketentuan.
- Asisten apoteker yang ditugaskan pada gudang farmasi tidak menatausahakan
persediaan obat dan BMHP secara tertib.